Sunday, May 15, 2011

apartment bandung

Rumah Makan Ma Uneh

Berada di Jalan Terasana NO 132 Pajajaran, rumah makan Sunda Ma Uneh sudah menjadi tempat makan yang difavoritkan sejak lama. Di antara gempuran pesaing, Ma Uneh mempertahankan keberadaannya. Usia rumah makan ini sebentar lagi akan mencapai setengah abad.

"Ma Uneh sudah ada sejak tahun 1960-an," ujar Edi Rohendi (42) pengelola rumah makan Ma Uneh. Edi, adalah generasi ketiga alias cucu dari Ma Uneh itu sendiri.

Awalnya hanya lotek dan rujak. "Saat itu pun sudah ada menu nasi karena biasanya kalau lotek juga suka dimakan dengan nasi," tutur Edi.

Langkanya penjual makanan kala itu membuat konsumen Ma Uneh datang dari berbagai tempat. Selain dari lingkungan kantor di kawasan Pajajaran menurut Edi mahasiswa dari Unpad, Upar atau ITB juga kerap berlangganan.

Pada tahun 1967 konsumen Ma Uneh kian bertambah. Merasa jenuh dengan menu yang terbatas, konsumen pun meminta Ma Uneh untuk menyediakan menu-menu lainnya. Maka mulailah Ma Uneh menambah variasi menu dari mulai yang sederhana seperti telur ceplok kemudian babat, usus, gepuk semur ati dan lain-lain.

Pada tahun 1980-an usaha warung makan Ma Uneh pun dikelola oleh ibu Edi, Eja. Tapi tidak berlangsung lama usaha kembali dikelola oleh anggota keluarga lainnya.

Perubahan menu yang paling banyak terjadi pada era 1980-1990. Menu makanan lebih bervariasi dengan penambahan menu-menu ikan laut seperti udang galah, udang windu juga tumis jantung pisang.

Karena termasuk usaha keluarga pemilihan menu dan resep pun menurut Edi dirundingkan bersama-sama.

Tahun 1990-an mulai ditambah menu yang menjadi ciri khas Ma Uneh yaitu harmis dan impun goreng. Dua menu sederhana ini menurut Edi jarang ditemukan di tmpat lain karena bahan baku yang sulit ditemukan. Bahkan jika harmis tidak ada di Bandung bisa mengambilnya dari Jatiwangi.

"Pelanggan biasanya kan cari yang aneh," ujar Edi.

Setidaknya kini ada lebih dari 30 item menu yang disedikan. Menurut Edi, dalam pengolahan dan penyajiannya menu di Ma Uneh lebih berani bermain dengan bumbu.

"Biarpun makanannya sudah masuk perut tapi di lidah rasanya masih ada," tandas Edi.

0 comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.